Sunday, January 1, 2012

Listrik Jadi Barang Langka di Pelosok Banten

(Berita Daerah-Jawa) Kalau di kawasan perkotaan, sepertinya sulit menemukan rumah yang tidak terang oleh cahaya lampu pijar pada malam hari, bahkan di sepanjang jalan dan gang pun sinar dari neon dan bohlam begitu terangnya.

Masyarakat yang hidup di perkotaan, juga bisa dengan leluasa menggunaan listrik untuk berbagai keperluan, bahkan cenderung memanfaatkan energi tersebut untuk hal yang tidak terlalu perlu, seperti aneka permainan elektronik, yang sekarang sedang "booming".

Namun, berbeda dengan di peloksok negeri ini. Banyak permukiman masyarakat yang belum mendapat pelayanan listrik, sehingga ketika malam hari suasana pun gelap, kalaupun ada cahaya dari lampu tempel atau teplok dan sejensinya, sinarnya tidak terlalu terang.

Di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, misalnya, masih ada permukiman yang sampai sekarang masih belum mendapat layanan listrik, meski pada 17 Agustus 2011 negeri ini telah meperingati HUT kemerdekaan yang ke-66.

Dari beberapa permukiman yang belum mendapat layanan listrik itu, di antaranya berada di Desa Curug dan Desa Cibaliung, Kecamatan Cibaling, Kabupaten Pandeglang.

"Kapan kami bisa menikmati listrik?" Itulah sebaris pertanyaan yang kerap disampaikan warga beberapa kampung di Kecamatan Cibaliung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, yang hingga saat ini belum dapat menikmati layanan energi tersebut.

Ratusan kepala keluarga (KK) warga Kecamatan Cibaliung kini belum menikmati layanan listrik. Setiap saat mereka hanya bisa berharap dan berharap akan ada program pemasangan listrik dari pemerintah baik kabupaten, provinsi maupun pusat.

Data dari lapangan, dari ratusan KK yang belum menikmati listrik itu, di antaranya di Desa Curug sebanyak 300 KK dan Desa Cibaliung 200 KK.

Warga Desa Curug dan Cibaling mengharapkan agar pemerintah segera membantu pemasangan listrik, sehingga mereka pun bisa menikmati energi itu seperti warga di daerah lain.

"Warga di daerah lain sudah lama menikmati listrik, sementara kami sampai sekarang belum juga," kata Muhimat, warga Desa Curug ketika ditemui beberapa waktu lalu.

Dengan kondisi itu, Muhimat merasa kurang mendapat perhatian dari pemerintah, dan menilai pembangunan yang dilakukan selama ini belum merata dan tak menyentuh langsung masyarakat.

Bagi Muhimat dan ratusan KK warga Desa Curug dan Cibaling, listrik menjadi "barang" langka, yang sangat sulit untuk diperoleh, meski telah meminta bantuan berbagai pihak, termasuk yang memiliki kewenangan sekalipun.

Hal senada disampaikan Faruk, warga Desa Cibaliung yang juga sudah lama mengharapkan bisa menikmati layanan listrik seperti warga lain yang telah lama mendapatkan layanan itu.

"Saya kalau berkunjung ke tempat saudara di kampung lain yang telah ada listriknya, rasanya iri, karena mereka bisa menonton televisi dengan enak dan suasana malam hari jadi terang," katanya.

Sementara dia dan ratusan warga lainnya yang belum mendapat lahyanan listrik, hanya dapat menonoton televisi hitam-putih dengan menggunakan accu dan pada malam hari yang gelap gulita.

Kepala Desa Curug Amsin S Putera menjelaskan, di desa itu masih ada enam kampung yang belum mendapat pelayanan listrik, yakni Kampung Kembang, Bihbul, Eurih, Kiara Jajar dan Leuwibalang dengan jumlah warga 300 KK.

Ia mengaku telah mengusulkan pada pemerintah daerah agar kampung tersebut segera mendapatkan layanan listrik, baik melalui program listrik pedesaan maupun pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

"Sudah sering saya mengusulkan bantuan listrik bagi warga, tapi hingga kini belum juga ada realisasinya, tapi mudah-mudahan ke depan ada perhatian dari pemerintah," katanya.

Kepala Desa Cibaliung Ahmad Hudjaemi menjelaskan, di wilayahnya masih ada lima kampung yang belum mendapat layanan listrik, yakni Kampung Cicurug, Cibeunteur, Ciguha, Lebak Pakis dan Cadas Picung dengan jumlah warga 200 KK.

Hudjaemi juga mengaku telah berulang kali mengusulkan bantuan listrik bagi warganya, namun belum ada realisasi.

"Warga sudah sering mengeluh pada saya agar segera dipasangi listrik, dan keluhan itu sudah kita sampaikan pada pemerintah daerah, tapi belum juga ada tanggapan," katanya.

Ia mengaku hanya bisa mengimbau warga dari lima kampung itu agar tetap bersabar, karena yakin ke depan pemerintah pasti akan membantu pemasangan listrik bagi seluruh masyarakat, termasuk di Cibaliung.

Data dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Pandeglang menunjukkan, sebanyak 82 ribu kepala keluarga (kk) masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerah itu hingga kini belum menikmati pelayanan listrik. Mereka tersebar pada 35 kecamatan yang ada di daerah tersebut.

Anggota Komisi VII DPR, Irna Narulita Dimyati, meminta, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) diminta untuk membangun satu unit gardu induk di Kabupaten Pandeglang untuk melayani kebutuhan energi listrik warga setempat.

"Saya sudah mengajukan pada PLN agar membangun satu gardu induk di Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang. Ini penting agar warga daerah ini yang belum menikmati listrik bisa terlayani," katanya.

Anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan asal daerah pemilihan Banten I, Kabupaten Pandeglang dan Lebak itu juga meminta agar Provinsi Banten menjadi prirotas dalam mendapatkan pasokan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuan.

"PLTU itu memang proyek nasional, tapi karena lokasinya berada di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, jadi wajar kalau Banten menjadi prioritas dalam mendapat pasokan listrik dari pembangkit itu," ujarnya.

Menurut dia, di Provinsi Banten masih banyak warga yang belum menikmasi layanan listrik. Dari total warga daerah itu baru sekitar 250 ribu kepala keluarga (KK) yang telah mendapatkan pelayanan listrik tersebut, sisanya belum.

"Jadi wajar kalau kita minta agar Banten dipriortaskan mendapat pasokan dari PLTU itu, agar masyarakat di daerah ini bisa menikmati energi listrik yang dihasilkan pembangkit yang ada di daerahnya," ujarnya.

PLTU Labuan dibangun untuk mencukupi kekurangan pasokan listrik wilayah Jawa-Bali yang didistribusikan dengan jaringan sistem interkoneksi.

Saat ini, di berbagai daerah terjadi kekurangan pasokan listrik sehingga permintaan agar energi itu yang barasal dari PLTU Labuanh akan banyak.

"Kita mengerti dan tahu PLTU itu dibangun untuk mencukupi kekurangan pasokan Jawa-Bali, tetapi kan wajar juga kalau masyarakat Baten mendapat prioritas. Jangan sampai lokasinya di Banten tapi daerah ini tak kebagian," ujarnya.

Berdasarkan penjelasan dari Menteri ESDM jaringan interkoneksi dari PLTU itu sudah dibangun, namun produksinya baru 300 megawatt (MW) dari total kapasitas 300 X 2 MW.

"PLTU itu memiliki dua unit turbin, dan masing-masin memiliki kapasitas 300 MW, saat ini yang telah dioperasikan baru satu unit, sisanya kita harapkan dapat difungsikan dalam waktu dekat ini sehingga masyarakat bisa segera menikmati listrik," ujarnya.

Telah Berusaha

Pemerintah sebenarnya telah berupaya untuk mengentaskan pelayanan listik, dengan meluncurkan berbagai program, di antaranya listrik pedesaan (lisdes), berupa bantuan pemasangan listrik secara gratis bagi warga kurang mampu.

Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabupaten Pandeglang Utuy Setiadi D menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan untuk memberikan pelayanan listrik bagi warga kurang mampu itu baik melalui jaringan reguler dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, mengalokasikan anggaran Rp500 juta untuk pemasangan jaringan listrik, guna membantu warga yang menikmati layanan energi tersebut.

Kepala Seksi Listrik dan Energi Terbarukan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Pandeglang Yayat Hidayat menjelaskan, dana tersebut akan digunakan untuk pemasangan jaringan di pelosok.

"Kita sudah menentukan titik pasangan jaringan itu, yang tersebar di 14 desa, yang warganya masih banyak belum menikmati layanan listrik," kata Yayat.

Yayat juga menjelaskan, pada 2011 Pandeglang juga akan mendapat bantuan listrik pedesaan dari pemerintah Provinsi Banten sebanyak 6.900 sambungan.

"Melalui pemasangan jaringan oleh pemkab dan bantuan listrik pedesaan itu, tentu akan membantu warga kurang mampu mendapatkan pelayanan listrik," ujarnya.

Saat ini sekitar 80 ribu kepala keluarga warga daerah itu belum menikmati layanan listrik, dan sebagian besar yang tinggal di peloksok.

Ia menjelaskan, secara bertahap seluruh warga akan diupayakan supaya bisa menikmati listrk, dan diharapkan masalah itu sudah bisa dientaskan paling lambat 2012.

Berbagai program telah, sedang dan akan terus dilakukan agar seluruh masyarakat bisa menikmati layanan energi tersebut.

"Sudah banyak kegiatan yang kita lakukan agar masyarakat bisa menikmati listrik, baik melalui pemasangan jaringan konvensional, program listrik pedesaan," katanya.

Bagi permukiman warga yang tidak mungkin dijangkau jaringan konvesional, dilakukan pemasanan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro, baik bantuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral maupun Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal.

Yayat juga menjelaskan, pada 2010 dilakukan pemasangan jaringan yang didanai dari APBN untuk 15 desa di delapan kecamatan, kemudian juga pemasangan jaringan dari anggaran APBD kabupaten untuk lima desa di lima kecamatan.

"Pada 2010, kita juga mendapat bantuan listrik pedesaan (lisdes) dari Pemerntah Provinsi Banten sebanyak 7.500 sambungan, dan kini seluruhnya sudah menyala," katanya.

Banyaknya warga yang belum menikmati listrik, menjadi "pekerjaan rumah" bagi pemerintah yang harus segera diselesaikan sehingga ke dapan seluruh rakyat bisa memperoleh energi itu, dan listrik tidak menjadi "barang" langka lagi.

(bk/BK/bd-ant)
 

PENGARUH BENTUK MUKA BUMI TERHADAP KEHIDUPAN

Permukaan bumi mengalami perubahan baik secara evolusi (lambat) maupun revolusi (cepat). Perubahan ini disebabkan adanya tenaga endogen dan eksogen. Terbentuknya pegunungan, gunung, dataran rendah, dataran tinggi, atau lembah merupakan hasil aktivitas tenaga endogen. Begitu pula proses pelapukan, erosi, dan sedimentasi sebagai tenaga eksogen berpengaruh terhadap pembentukan muka bumi. Adanya keragaman bentuk muka bumi ini menyebabkan perbedaan berbagai aspek, antara lain : iklim, kesuburan tanah, tata air, dan unsur-unsur lainnya.


Perbedaan semua aspek tersebut tentu saja berpengaruh terhadap mahluk hidup (tumbuhan, hewan, dan manusia) di sekitarnya. Pernahkah Anda berfikir, kenapa hampir di setiap daerah memiliki kekhasan tumbuhan, hewan, dan juga kehidupan manusia. Mengapa pohon kurma hanya tumbuh subur di daerah Arab (padang pasir)? Mengapa pohon teh dan kopi tumbuh subur di daerah pegunungan? Mengapa Jerapah lehernya panjang? Mengapa orang Eskimo selalu memakai baju tebal? Atau mengapa kebiasaan nelayan menangkap ikan pada malam hari padahal secara logika lebih terang pada siang hari? Dan mungkin banyak lagi pertanyaan-pertanyaan serupa di benak Anda. Semua gejala itu merupakan adaptasi atau penyesuaian mahluk hidup terhadap alam sekitarnya.
Memang mahluk hidup termasuk manusia tidak bisa hidup tanpa alam. Atau lebih khususnya mahluk hidup juga tidak bisa bertahan hidup apabila tidak bisa menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Itulah sebabnya mengapa orang Eskimo memakai baju tebal, karena di sana iklimnya dingin. Begitu pula para nelayan menangkap ikan di malam hari karena angin darat yang berhembus ke laut membantu mereka dalam perjalanan ke tengah laut.
Akibat adanya proses adaptasi manusia terhadap lingkungan ini melahirkan kebiasaan yang berbeda. Corak kehidupan di daerah pegunungan berbeda dengan manusia yang tinggal di dataran rendah, begitupun sebaliknya. Pada bahasan kali ini kita fokuskan pada pengaruh bentuk muka bumi terhadap kehidupan di daerah pegunungan dan dataran rendah dari aspek tumbuhan, mata pencaharian, makanan, pakaian, bentuk rumah, dan sistem transportasi.

1. Kehidupan di daerah pegunungan
Bagi Anda yang tinggal di daerah pegunungan tentunya bisa berceritera banyak tentang kehidupan manusia di sekitarnya. Pegunungan atau gunung memiliki iklim yang sejuk. Karena angin yang datang dari arah laut setelah mencapai daerah pegunungan dan gunung, naik ke atas. Akhirnya angin menjadi lebih dingin, sehingga menimbulkan awan terjadilah hujan di sekitarnya.
Banyaknya hujan ini di samping tanahnya subur (banyak mengandung humus) menimbulkan tumbuh suburnya berbagai jenis tumbuhan. Hutan lebat dengan berbagai jenis tumbuhan subur. Adanya hutan lebat ini menahan terjadinya tanah longsor dan banjir di saat terjadinya hujan. Hutan juga dapat menyimpan air, sehingga di sekitarnya banyak ditemukan mata air yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup. Hutan juga berfungsi menetralisir polusi udara. Oleh karena itu hutan terutama hutan tropis sering disebut sebagai paru-paru dunia.
Secara umum daerah pegunungan dapat digolongkan menjadi dua yaitu daerah pegunungan rendah dan daerah pegunungan tinggi. Daerah pegunungan rendah memiliki ketinggian berkisar 600 s.d. 1.500 meter, sedangkan daerah pegunungan tinggi memiliki ketinggian sekitar 1.500 s.d. 2.500 meter di atas permukaan laur. Adanya perbedaan ketinggian ini tentu saja berpengaruh terhadap iklim. Daerah pegunungan rendah memiliki suhu antara 17 s.d. 22 derajat Celcius, sehingga daerah ini sering disebut daerah sedang. Daerah seperti ini misalnya di pegunungan Sulawesi Utara, Pegunungan Kidul, Pegunungan Muler, dan daerah lainnya. Daerah pegunungan tinggi memiliki suhu udara yang sejuk yaitu berkisar antara 11 s.d. 17 derajat Celcius. Daerah seperti ini contohnya di Dataran Tinggi Bandung, Bukit Barisan, Pegunungan Dieng, Pegunungan Tengger, dan daerah lainnya. Karena suhu udaranya yang sejuk ini, pakaian penduduk biasanya tebal.
Hasil utama hutan adalah kayu. Kayu ini sangat diperlukan untuk berbagai kebutuhan manusia, di antaranya untuk kayu bakar, bangunan, mebel, bahan kertas, dan lainnya. Di samping itu hutan juga dapat menghasilkan rotan, buah-buahan, getah, dan lain-lain. Oleh karena itu penduduk sekitar hutan banyak yang bermata pencaharian mencari hasil hutan, seperti kayu bakar, kayu, rotan, buah-buahan, atau jenis getah untuk dijual ke daerah perkotaan.
Di daerah pegunungan juga dihasilkan bahan tambang, seperti biji besi, tembaga, nikel, timah putih, emas, perak dan jenis bahan tambang lainnya.Tambang belerang juga umumnya ditemukan di daerah sekitar gunung api. Adanya jenis bahan tambang ini tentu juga berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk setempat. Di sekitar daerah pertambangan, banyak penduduk yang bermatapencaharian menjadi buruh tambang. Bakan tidak sedikit di antara mereka bertindak sebagai penambang liar. Misalnya di daerah Kalimantan Tengah ditemukan daerah penambangan emas liar yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya.
Daerah pegunungan umumnya memiliki tanah yang subur, karena disamping daerah vulkanis juga memiliki curah hujan yang tinggi. Kesuburan tanah ini berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk sekitarnya. Umumnya penduduk daerah pegunungan menggantungkan hidupnya dari pertanian dan perkebunan. Tanaman yang mereka tanam seperti kina, teh, kopi, sayur-sayuran, dan berbagai jenis buah-buahan. Di daerah pegunungan rendah banyak pula yang menanam padi dan tembakau sebagai mata pencaharian mereka. Hasil pertanian dan perkebunan ini selain mereka konsumsi sendiri, juga dijual ke daerah perkotaan dalam memenuhi keperluan hidup mereka.
Kebiasaan penduduk di daerah pegunungan menyesuaikan dengan alam sekitar mereka. Di daerah pegunungan tinggi biasanya memakai pakaian yang tebal terutama pada malam dan pagi hari, karena suhu udara terasa dingin. Rumah mereka biasanya dibangun di lereng. Rumah di daerah tinggi yang dingin dibuat tertutup agar hangat. Sedangkan di daerah rendah dibuat terbuka dengan ventilasi lebar agar udara dapat bebas bersirkulasi. Umumnya rumah mereka mengelompok pada daerah yang agak datar. Pengelompokan perumahan ini biasanya membentuk ikatan kekeluargaan yang erat, sehingga kehidupan mereka tampak rukun dan damai. Di daerah pegunungan rendah rumah biasanya dibangun pada sebuah dataran tinggi, sehingga dapat menampung penduduk yang relatif banyak. Biasanya daerah pegunungan rendah ini penduduknya lebih padat dibandingkan daerah pegunungan tinggi.

Gambar 15. Jalan Raya Kawasan Puncak Bogor.
Daerah pegunungan memiliki alam yang berbukit-bukit. Tidak sedikit di antara bukit dipisahkan oleh lembah, lereng atau sungai. Kondisi alam seperti ini kurang menguntungkan dalam bidang transportasi. Untuk berjalan kaki saja dirasakan berat, karena harus mendaki (naik dan turun). Oleh karena itu pembangunan jalan raya atau jalan kereta api relatif sulit dan memerlukan biaya besar. Namum jika daerah pegunungan berhasil dibangun jalan raya atau jalan kereta, hasilnya sangat menarik. Misalnya jalan raya di kawasan Puncak Bogor Jawa Barat yang berkelok-kelok, apabila dilihat dari bagian atas atau dari udara sungguh indah. Begitu pula jalan kereta api di sekitar Purwakarta Jawa Barat atau Lembah Anai Sumatera Barat tampak indah dihiasi banyaknya jembatan yang menghubungkan antar bukit, bahkan jalan kereta api harus menembus gunung (terowongan). Adakah di daerah Anda jalan yang berkelok-kelok dengan pemandangan yang indah atau bukit-bukit yang dihubungkan dengan jembatan atau terowongan?
Sampai di sini bisa dipahami? Jika masih belum paham, coba baca kembali terutama bagian yang dianggap sulit. Apabila sudah paham, mari kita lanjutkan pada kehidupan di daerah dataran rendah.
2. Kehidupan di daerah dataran rendah
Umumnya dataran rendah di Indonesia merupakan dataran hasil endapan oleh air, atau sering disebut dataran aluvial. Biasanya dataran aluvial, tanahnya subur dan sangat baik untuk daerah pertanian, perkebunan, pemukiman, atau juga untuk industri. Apalagi daerah seperti ini yang dialiri sungai dapat lebih memenuhi kebutuhan air tawar untuk pertanian, perumahan, dan juga industri. Kalau kita membuka sejarah, memang nenek moyang kita umumnya hidup di sekitar aliran sungai. Oleh karena itu biasanya daerah yang dekat dengan aliran sungai penduduknya padat sehingga banyak daerah pinggir sungai yang berkembang menjadi kota.
Bahan endapan aluvium mampu menyerap dan menahan air di dalamnya. Karena itu di wilayah ini mempunyai air tanah yang banyak. Hal ini dapat kita perhatikan daerah di sekitar Jakarta. Di Jakarta penduduknya padat. Hampir semua rumah memiliki dan menggunakan air tanah untuk keperluan rumah tangga. Apalagi untuk industri, perkantoran, atau hotel memerlukan air tanah yang sangat banyak. Bisa dibayangkan berapa juta liter air yang disedot setiap harinya di areal Jakarta.
Umumnya dataran rendah dan delta sangat baik untuk lahan pertanian. Pengolahan tanah bisa lebih mudah karena tanahnya datar dan tidak keras. Pengaturan air, dan transportasinya juga lebih mudah bila dibandingkan daerah dataran tinggi. Karena itu di daerah ini mata pencaharian penduduknya banyak yang bertani. Tanaman yang cocok adalah padi, tebu, jagung, kelapa, dan palawija. Umumnya pertanian di daerah ini memiliki areal yang luas dan bisa menghasilkan produksi pertanian yang besar. Misalnya di jalur pantai Utara Jawa Barat merupakan salah satu penghasil padi terbesar, sehingga sering disebut lumbung padi nasional.
Daerah dataran rendah juga dapat berupa daerah pantai. Umumnya penduduk yang tinggal di sekitar pantai bermatapencaharian sebagai nelayan. Ada pula di beberapa daerah para nelayan selain menangkap ikan laut, mereka juga membudidayakan tambak. Misalnya di pantai Timur Sumatera dan pantai Utara Jawa tidak sedikit para nelayan yang membudidayakan tambak udang. Lain halnya dengan di sekitar pantai curam, seperti di pantai Selatan Pulau Jawa, penduduknya selain sebagai nelayan juga bercocok tanam.
Dalam kenyataannya tidak semua dataran rendah tanahnya subur. Daerah rawa-rawa, seperti di daerah Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya tanahnya tidak subur. Karena terlalu lama tergenang oleh air, sehingga unsur haranya sudah habis tercuci. Daerah rawa masih belum dimanfaatkan secara optimal. Hanya sebagian kecil rawa-rawa yang dimanfaatkan sebagai sawah pasang surut atau dijadikan tambak udang, misalnya di rawa-rawa sempit daerah Jawa, Sumatera, Bali, Sulawesi, dan daerah lainnya.
Dataran rendah mempunyai ketinggian di bawah 600 meter di atas permukaan laut. Suhu udaranya berkisar antara 22 s.d. 27 derajat Celcius, sehingga termasuk daerah panas. Di Indonesia banyak ditemukan daerah dataran rendah, misalnya pantai Timur Sumatera, pantai Utara Pulau Jawa, pantai Barat dan Selatan Kalimantan, pantai Utara Irian Jaya, dan banyak lagi daerah lainnya. Karena udaranya panas, biasanya bentuk rumah di daerah ini memiliki ventilasi yang lebar dan banyak, sehingga memudahkan sirkulasi udara. Jenis pakaian juga dipilih dari kain yang relatif tipis dan sejuk. Mereka biasanya menghindari pakaian dari bahan yang tebal.
Dataran rendah umumnya berpenduduk padat. Begitu pula kota-kota besar juga umumnya berada di dataran rendah. Sebut saja kota Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, dan banyak lagi kota lainnya semuanya berada di dataran rendah. Barangkali Anda bertanya kenapa hampir semua kota berada di dataran rendah, tidak di pegunungan? Dataran rendah tanahnya relatif luas, sarana dan prasarana juga mudah dibangun, tanahnya relatif subur dan mempunyai cadangan air yang cukup. Semua itu mendukung pertumbuhan daerah dataran rendah menjadi sebuah kota. Karena itu dataran rendah secara umum penduduknya lebih cepat maju. Mata pencaharian penduduk lebih bervariasi, ada yang bertani, nelayan, berdagang, industri, maupun bergerak dalam bidang jasa.

Gambar 16. Sungai dapat dijadikan sarana transportasi.
Pembangunan sarana transportasi di dataran rendah juga lebih menguntungkan. Perjalanan bisa lebih cepat karena jalannya lurus dan tidak mendaki. Biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan juga lebih murah dan mudah. Tidak heran di dataran rendah banyak ditemukan jenis sarana transportasi, mulai dari sepeda, beca, motor, mobil, kereta api, pesawat udara, dan lain-lain. Di sebagian dataran rendah juga banyak yang memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi. Misalnya di daerah Sumatera dan Kalimantan banyak penduduk yang menggunakan perahu sebagai sarana transportasi di sungai.